Minggu, 04 Maret 2018

Sudah di level manakah posisi kita?

[1] Hampir semua stadion di Indonesia didesain dengan memasang segmen pembatas antara kursi penonton dengan lapangan. Pembatasnya begitu tinggi, bahkan ada yang dipasang kawat berdiri di atasnya.

[2] Beberapa perusahaan otomotif yang memproduksi mobil "terpaksa" membuat desain agar mobil tersebut tidak bisa melaju dan terdengar alarm terus-menerus sebelum pengemudi memasang safety belt.

[3] Beberapa pengendara sepeda motor nekad melawan arus ketika berkendara di jalan raya. Aksi mereka baru berhenti ketika terlihat seorang polisi lalulintas di depannya.
Bukankah kita bisa menghemat puluhan juta rupiah ketika stadion tersebut dibangun tanpa menggunakan pagar pembatas antara kursi penonton dengan lapangan?
Bukankah para product engineer bisa menghemat material dan cost ketika sebuah mobil bisa didesain tanpa sistem alarm pada safety belt?
Bukankah petugas kepolisian bisa melakukan banyak hal terkait pelayanan publik dibandingkan sekedar mengatur atau menilang pengendara yang tidak mematuhi aturan lalulintas?

Bukan tidak mungkin suatu saat semua stadion di Indonesia dibangun tanpa pembatasan tribun. Bukan tidak mungkin jika semua mobil tak perlu lagi menggunakan sistem alarm pada safety belt. Bukan tidak mungkin jika semua pengendara dapat mematuhi aturan lalulintas. Semua bisa dilakukan dengan pembentukan budaya masyarakat (culture) yang secara sadar memahami aturan-aturan dalam kebaikan. Atau dalam perspektif lain, adanya kesadaran masyarakat yang sudah membudaya (culture) untuk menghindari kemudharatan.

Secara teoritis, terdapat 5 level untuk mencegah timbulnya kemudharatan dalam kehidupan. Level ini mulanya digunakan dalam sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3). Namun kita bisa mengembangkan uraiannya ke dalam ruang lingkup yang lebih luas, yaitu kehidupan

Level 1 : Engineering, artinya pencegahan dilakukan dengan rekayasa engineering, sepeti yang saya paparkan dalam kasus [1] dan [2].

Level 2 : Enforcement, artinya pencegahan dengan melibatkan bantuan dari luar sepeti pengawasan, penegakan disiplin dan sebagainya. Kasus [3] merupakan salah satu contohnya.

Level 3 : Education, artinya pencegahan dengan memberikan informasi/pengetahuan akan bahaya atau penanggulangannya.

Level 4 : Behavior, artinya pencegahan dengan mengandalkan perilaku seseorang.

Level 5 : Culture change, artinya pencegahan melalui pembentukan budaya masyarakat yang memiliki kesadaran, kebiasaan dan kepekaan yang sama.

Keberhasilan meraih level 5 sangat tergantung pada semua elemen masyarakat di lingkungan tersebut. Semua harus berkomitmen untuk manjadi bagian dalam upaya menciptakan kebermanfaatan serta mencegah kemudharatan. Saya berikan contoh yang terkait dengan kasus [1], namun pada tempat yang berbeda. Hampir tidak ada stadion dalam kompetisi Liga Premier Inggris yang menggunakan pagar pembatas antara tribun dan lapangan. Dengan kondisi stadion tersebut, hampir tidak ada penonton yang masuk ke lapangan ketika pertandingan, meskipun pertandingan berjalan panas dan keras. Artinya masyarakat setempat sudah mencapai level "culture change" dalam situasi ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar